Surabaya, — Dugaan adanya kejanggalan dalam proses rehabilitasi narkoba kembali mencuat di Jawa Timur. Kali ini, sorotan publik tertuju pada Rumah Rehabilitasi Plato, yang disebut hanya melakukan proses rehabilitasi terhadap seorang pengguna narkoba berinisial JK selama satu minggu saja.
Ketua FRIC Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Jawa Timur, (Imam Arifin), menilai bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang dan bertentangan dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku di lembaga rehabilitasi resmi.
“Kami menerima laporan dari masyarakat bahwa salah satu pasien bernama JK hanya menjalani rehabilitasi selama tujuh hari, padahal berdasarkan aturan, masa rehabilitasi medis dan sosial minimal berlangsung tiga bulan. Ini jelas menyalahi ketentuan,” tegas Ketua FRIC Jatim saat ditemui di Surabaya, Minggu (5/10/2025).
Rehabilitasi Dini Diduga Tak Sesuai Aturan
Menurut data dan pengakuan beberapa sumber, JK merupakan pengguna narkoba yang ditangkap oleh aparat penegak hukum Polres Pelabuhan Tanjung Perak pada hari Minggu tanggal 24/08/2025 dan kemudian dialihkan ke program rehabilitasi. Namun, alih-alih menjalani proses pemulihan secara penuh, JK justru hanya berada di Rumah Rehabilitasi Plato selama satu minggu sebelum dinyatakan “selesai program”.
Ketua FRIC Jatim menilai hal tersebut tidak masuk akal.
“Dalam dunia rehabilitasi, mustahil seseorang bisa pulih dari ketergantungan narkoba hanya dalam waktu tujuh hari. Proses itu butuh asesmen, observasi medis, terapi perilaku, konseling, dan evaluasi akhir dari tim dokter serta psikolog,” jelasnya.
Ia menambahkan, durasi rehabilitasi yang terlalu singkat bukan hanya melanggar standar, tetapi juga berpotensi menyesatkan masyarakat, seolah-olah program pemulihan dapat dilakukan instan tanpa proses.
Dugaan Unsur Kepentingan di Balik Kasus JK
Ketua FRIC Jatim menduga ada kepentingan tertentu di balik keputusan mempercepat proses rehabilitasi JK. Dugaan itu menguat setelah diketahui bahwa JK merupakan salah satu pengguna narkoba yang sempat diamankan oleh aparat, namun kemudian langsung dialihkan ke rehabilitasi tanpa melalui proses hukum yang mendalam.
“Kami khawatir ada praktik ‘titip rehabilitasi’ atau kesepakatan tertentu antara oknum dan pihak lembaga. Bila benar demikian, ini sangat mencoreng semangat penegakan hukum dan program rehabilitasi nasional,” tutur Ketua FRIC dengan nada tegas.
Ia juga menyebut bahwa laporan serupa bukan pertama kali diterima FRIC. Sebelumnya, beberapa keluarga pasien juga mengadu tentang adanya pungutan biaya tinggi.
FRIC Jatim Desak Evaluasi dan Audit
Atas temuan ini, FRIC DPW Jawa Timur mendesak BNN Provinsi Jawa Timur, Dinas Sosial, dan pihak kepolisian untuk turun tangan mengaudit seluruh kegiatan Rumah Rehabilitasi Plato, termasuk mengecek legalitas operasional dan mekanisme kerja lembaga tersebut.
“Kami ingin semua transparan. Kalau lembaga ini beroperasi di bawah izin BNN, maka harus tunduk pada aturan. Tapi kalau ternyata izin belum lengkap atau prosedurnya tidak dijalankan dengan benar, maka patut dipertanyakan legalitasnya,” jelas Imam Ketua FRIC.
FRIC juga mengingatkan bahwa rehabilitasi adalah upaya kemanusiaan yang harus dijalankan dengan etika dan integritas, bukan sebagai ladang bisnis atau sarana menghindari proses hukum.
“Kami tidak anti rehabilitasi. Justru kami mendukung. Tapi harus profesional. Jangan sampai ada permainan di balik program yang seharusnya membantu pemulihan pengguna narkoba,” imbuhnya.
Menunggu Klarifikasi dari Rumah Rehabilitasi Plato
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Rumah Rehabilitasi Plato belum memberikan tanggapan resmi atas sorotan dan tudingan dari FRIC Jatim. Tim redaksi telah berupaya menghubungi pihak manajemen melalui sambungan telepon dan pesan elektronik, namun belum mendapat respon.
Publik kini menantikan langkah tegas dari lembaga berwenang untuk memastikan apakah benar terjadi pelanggaran prosedur, atau hanya kesalahpahaman dalam pelaksanaan program rehabilitasi.
Catatan Redaksi
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak bahwa program rehabilitasi narkoba tidak boleh dijadikan tempat kompromi atau kepentingan tertentu. Sebab, jika proses pemulihan tidak dijalankan dengan benar, maka tujuan utama untuk menyelamatkan generasi dari jerat narkotika akan gagal tercapai.
SUROYO
dibaca
Posting Komentar
0Komentar